Mario Teguh. Jika engkau meyakini bahwa Tuhan tidak terbatas kekayaan dan kepemurahanNya, mengapakah engkau meminta hanya yang kecil? Apakah itu karena perkiraanmu mengenai kepantasanmu untuk menerima yang besar? Maka pantaskanlah dirimu untuk menerima yang lebih baik.
Atau apakah engkau khawatir bahwa engkau akan menjadi sombong saat engkau menjadi kaya nanti? Maka pastikanlah hatimu setia kepada kebaikan, sehingga kekayaan tidak akan memburukkanmu.
Apakah engkau lebih memilih kemiskinan karena engkau tak melihat kemungkinan bahwa engkau bisa dikayakan oleh Tuhan? Maka perbaikilah perkiraanmu mengenai Tuhan. Sesungguhnya prasangkamu tak mengubah kasih sayang Tuhan, tapi pasti membatasi keikhlasanmu untuk mengupayakan yang lebih baik.
Lalu, apakah menurutmu kekayaan pada dirimu itu tidak perlu? Maka perhatikanlah kemarahanmu kepada orang kaya yang kikir, yang tidak menyantuni saudaramu yang lemah kehidupannya. Sesungguhnya engkau telah dilengkapi dengan kerinduan untuk menjadi penderma yang indah hatinya.
Mario Teguh (FB 6 August 2012)
Tulisan Tung Desem Waringin mengenai bagaimana mengubah pola pikir terhadap uang, mengubah keyakinan lama menjadi keyakinan baru, yang akhirnya bisa menuntun orang bisa menjadi kaya secara materi.
Ayah miskin saya mengatakan, "Cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan."
Ayah kaya saya mengatakan, "Kekurangan uang adalah akar dari segala kejahatan."
Mari susun ulang lagi keyakinan kita atau susunan kata tentang uang ataupun tentang kaya. Kita harus membuat item bahwa kaya dan banyak uang baik adanya. Contoh merubah keyakinan:
Keyakinan Lama Keyakinan Baru
- Uang tidak dibawa mati - Uang banyak bisa menolong orang yang hampir mati
- lebih baik ada warisan daripada tidak meninggalkan apa-apa
- Uang tidak bisa membeli cinta - Betul uang tidak bisa membeli cinta, apalagi jika tidak punya
uang sama sekali
- Uang tidak dapat menyelesaikan masalah - Betul, tapi dengan uang yang banyak saya bisa menyelesaikan
masalah dengan gaya yang tersendiri
- Uang membuat persaudaraan rusak - Kurang uang membuat orang rebutan warisan
(Tung Desem Waringin - detikfinance Rabu, 06/06/2012 11:37 WIB)
Saya pribadi mencoba melihat ke dalam diri pribadi, sebenarnya ada di posisi mana pola pikir saya. Dan kemudian harus saya akui bahwa saya termasuk yang tidak memandang kaya sebagai hal yang terlalu penting. Atau oklah anggap saja saya takut kaya. Bukan saya tidak setuju dengan pemikiran dua tokoh motivator di atas. Tapi seperti itulah kira-kira kondisi psikologis dan kondisi lingkungan yang saya hadapi.
Sebagai orang yang berasal dari sebuah kota kecamatan (saat ini kota kabupaten), keluarga kami bukanlah orang yang kaya tapi cukup jauhlah untuk dikatakan miskin. Kami 5 saudara sudah diberi wanti-wanti sejak kecil: "kalian harus sekolah sampai sejauh apa pun, asal sekolah negeri." Itulah makanya kami 3 dari 5 saudara mlanjutkan sekolah sampe sarjana, satu D3, satu putus kuliah, gara-gara nikah muda. Semua sekolah kami berlima dari SD sampe yg terakhir ya di sekolah negeri. habis klo gak negeri disuruh ke sawah ladang macul, ogah aaah. Bagaimana membiayai sekolah kami yang mulai sma keluar kota kelahiran, ya bisalah, bapak kan kepala SD, ibu ngurus tanah-tanah yang lumayan luas juga sih, dijadiin sawah, ladang dan kebun atau disewa/bagi hasilkan. Ini sebagai gambaran kondisi keluarga dibanding lingkungan kota kecamatan waktu itu.
Nah, apa yang bikin aq jd agak takut kaya? Secara umum mungkin karena belum ketemu orang kaya yang baik n gak sombong. Secara spesifik karena memori masa kecil. Pernah suatu saat waktu SD kelas 2 atau 3 gitu, aku dan teman-teman sebaya sedang bermain-main di sebuah tanah kosong. Pada suatu saat tiba-tiba keluar orang yang punya rumah di sebelah tanah kosong (rumahnya lumayan bagus) memaki dan memarahi kami yang ga tau apa-apa. Ternyata dia menganggap kami yang menjatuhkan baju jemurannya. Waduh kyknya bukan permainan asyik klo njatuhin jemuran. Tapi 'marah' itu, sangat membekas bagiku. Dan dia orang yang [merasa] kaya ya ya ya.
Terus fobia kaya juga gara-gara definisi kaya di lingkungan kita. Coba siapa sih yang kita katakan kaya. Yang punya gedung megah, pagarnya setinggi 3 meter. Punya mobil mewah, gede tertutup. Berpakaian yang fashionable. Upss gitu. So, biar seperti kata Pak Mario Teguh agar tidak sombong dan dermawan pas kaya, jadi sulit dilaksanakan. Lah itu rumah, mobil dan barang mewah jd terlihat sombong dan agak susah juga buat jd dermawan, lah org minta sumbangan kagak bisa, lah pagar rumahnya tinggi serem. Terus kalo gak punya rumah dan harta mentereng kan namanya bukan kaya. Orang yang dermawan dan sederhana pasti dibilang tidak kaya. So, mau bilang kaya, tidak sombong dan dermawan jadi agak repot dijustifikasi kan!
Terus yang ketiga, ini lingkungan realitas saja, banyak orang kaya padahal harusnya gak kaya. Maksud saya, banyak orang kaya dengan menghalalkan segala cara. Sebenarnya dia cukup kaya juga, bisa hidup sederhana dengan cara yang lurus. Tapi karena ntah kenapa, mungkin karena persepsi uang sebagaimana 'Ayah kaya' versi om Tung, maka keinginan kaya itu dilaksanakan dengan tidak memperhatikan etika atau bahasa agama saya halal dan haramnya. Gak lucu kan kalo ditanya malaikat dikubur, "darimana harta kau dapat & kemana harta kau gunakan? Jawab, "dapat dari segala cara om malaikat, digunakan untuk kaya." Weleh-weleh, yang belajar islam pasti tau tindakan malaikat selanjutnya.
So, abis dimotivasi oleh om Mario Teguh dan om Tung DW, gimana dong? So, saya bilang pingin kaya, tapi tetap sederhana, tidak sombong dan dermawan. Dan yang paling penting HALAL. Dan karena saya hanya seorang pekerja bukan pengusaha (pengen tapi mana da waktu), kalo mau kaya raya kemungkinannya ya bakal nglanggar etika atau kehalalan gitu deh. So, kaya hati aja ya, bersyukur, Alhamdulillah, ya Alloh.
gitu dulu deh dah sore
az